Introducing
Your new presentation assistant.
Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.
Trending searches
1. Caroline Felicia (08)
2. Cheryl Aurelia Christy (09)
3. Clara Glorymercia (11)
4. Jason Lie (20)
5. Michael Elbert Justian (30)
World War II, also known as the Second World War, was a global war that lasted
Karya sastra bernuansa sejarah merupakan karya sastra yang menceritakan suatu peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau dan berdasarkan fakta tetapi bukanlah rekaan fakta yang sesungguhnya. Sastra Sejarah dapat pula disebut dengan historiografi tradisional, yaitu penulisan sejarah menurut pandangan atau kepercayaan masyarakat setempat secara turun-temurun.
Peristiwa sejarah tersebut disusun secara kronologis berdasarkan urutan waktu terjadinya, dan peristiwa tersebut memiliki makna penting bagi kehidupan masyarakat. Di dalam karya sastra sejarah, suatu peristiwa sejarah diolah, dicampuradukkan dengan unsur imajinasi, fantasi, yang dalam sastra lama terungkap berupa dongeng, legenda, atau mitos.
Struktur dalam karya sastra bernuansa sejarah adalah:
· Orientasi
· Komplikasi
· Klimaks
· Solusi
· Reorientasi
Karya
• Kumpulan cerpen
• Laki-Laki dan Mesiu (1957)
• Angin Laut (1958)
• Di Medan Perang (1962)
Novel
• Pagar Kawat Berduri (1961)
• Bulan Madu (1962)
• Surat-Surat Cinta (1968)
• Petualang (1981)
Karya lainnya
• Kisah-Kisah Revolusi (1965)
• Biarkan Cahaya Matahari Membersihkan Dulu (1966)
• Peristiwa-Peristiwa Ibu kota Pendudukan (1970)
Trisnojuwono (EYD: Trisnoyuwono; 12 November 1925 – 29 Oktober 1996) adalah seorang sastrawan Indonesia.
Ia pernah aktif di militer. Ia pernah menjadi anggota Pasukan 40 Tentara Rakyat Mataram di Yogyakarta (1946), Korps Mahasiswa di Magelang dan Jombang (1947-1948), dan TNI Divisi Siliwangi (1950-1953). Tahun 1949 ia dipenjarakan di Ambarawa selama 10 bulan, tetapi berhasil melarikan diri ketika dirawat di RSU Semarang.
Ia mulai menulis cerpen di majalah Kisah pada 1953. Ia pernah menjadi redaktur Cinta (1955), Pikiran Rakyat, dan direktur Penerbit Granesia di Bandung.
Nama buku: Pagar Kawat Berduri
Halaman: 176
Tahun terbit: 2001
Penerbit: Djambatan
Penulis: Trisnoyuwono
Harga buku: Rp 45.000,00
Novel karya Trisnojuwono ini berkisah tentang Herman dan Toto yang tertangkap oleh patroli tentara Belanda bersama-sama para pedagang pada waktu senja dalam perjalanan turun naik mendaki tebing curam menuju kota Ambarawa. Mereka dibawa ke Markas IV G untuk diperiksa.
Dalam pemeriksaan Herman dan Toto mengaku sebagai pelajar yang akan melanjutkan pelajaran ke Semarang. Sayang sekali ada seorang petugas markas yang mengetahui bahwa Herman dan Toto adalah anggota pejuang Republik Indonesia. Hal ini berakibat Herman dan Toto disiksa sampai babak belur, dan dimasukkan ke kamp berpagar kawat berduri di belakang penjara umum di Salatiga.
1. Toto
Toto dideskripsikan sebagai seorang pemuda yang memiliki temperamen cukup tinggi, tidak berpikir panjang dan unggul dalam berkelahi serta menembak. Akan tetapi toto merupakan tipe orang yang melakukan segala sesuatu tanpa berpikir panjang.
2. Herman
Herman merupakan seorang pemuda bekas anggota PETA, tidak pandai dalam berkelahi tetapi unggul dalam membuat suatu keputusan
3. Parman (Kapten Kresna)
Parman adalah seorang pemuda yang ahli dalam bermain catur, membuat strategi dan bijak dalam mengambil keputusan.
4. Kapten Koenan
Seorang sersan mayor yang memiliki pandangan berbeda dengan De Groot (komandan terdahulu). Ia digambarkan sebagai seorang kapten yang baik dan tidak kasar terhadap para tawanan.
Selanjutnya Herman dan Toto dipindah ke kamp tawanan yang terletak di penjara umum Salatiga mereka tetap tidak mengakui jati dirinya. Belanda tetap menganggap keduanya sebagai orang yang berbahaya baginya. Setelah sampai di kamp tawanan, Herman dan Toto cukup terkejut dengan perlakuan Kapten di sana. Kapten yang memimpin kamp tawanan di sana ialah Kapten Koenan.
Selama beberapa bulan, Toto, Herman dan Parman berada dalam satu sel. Kamp tersebut juga berisi beberapa tawanan lainnya yaitu Pak Lurah, Wahid, Usman, Hamid, Harjono, Gimin, Amir dan Wahab beserta dengan beberapa tawanan perempuan yang selnya terpisah jauh dengan sel laki-laki. Selama ditahan, Toto, Herman dan Parman merencanakan pelarian diri dari kamp tersebut setelah mengetahui niat Belanda tentang rencana penyerbuan Belanda ke Markas Besar TNI di Jogja.
Novel Pagar Kawat Berduri dimulai dengan mendeskripsikan daerah pendudukan yang tampak tenteram di suatu sore, ketika cahaya matahari menyelimuti pegunungan yang membiru jernih di bumi Ambarawa. Suasana tiba-tiba berubah ketika munculnya para pedagang yang menyelundup ke daerah pendudukan. Selama penyelundupan para pedagang, ditampilkanlah keberadaan dua orang pemuda pejuang yang menyamar sebagai pedagang. Mereka adalah Toto dan Herman.
Setelah mendengar suara tembakan, Parman sudah merasa lemas karena takut Herman dan Toto tidak berhasil kabur. Tidak hanya Parman, Kapten Koenan juga mendengar suara tembakan dan juga sirine. Ia pun segera membangunkan semua tahanan dan menyuruh mereka untuk berbaris. Saat diperiksa, barisan tersebut tidak ada Herman dan Toto. Ternyata Herman berhasil lolos, sedangkan Toto tertembak mati dan mayatnya dibawa kehadapan para tahanan termasuk Parman dan Kapten Koenan.
Novel ini memiliki banyak sekali latar belakang serta konflik yang terjadi. Dimulai dari tertangkapnya Toto dan Herman oleh para serdadu Belanda, dilanjut dengan pertemuan antara Toto dan Herman dengan Parman hingga perjuangan serta pengorbanan Toto, Herman, dan Parman untuk melepaskan diri dari tempat tahanan agar dapat menyampaikan informasi kepada pihak Indonesia.
Berikut ini struktur dari cerita Pagar Kawat Berduri:
Herman dan Toto terkejut ketika mereka melihat orang yang selama ini dicarinya, Kapten Kresna. Ternyata Kapten Kresna telah tertangkap lebih dahulu, namun di dalam sel itu ia dikenal sebagai Parman. Rupanya Kapten Kresna berhasil dalam penyamarannya. Kemudian mereka berunding tentang tindakan selanjutnya.
Konflik semakin meningkat dan menegang setelah rencana pelarian diri Toto dan Herman dipercepat. Parman memberitahu Herman dan Toto bahwa mereka harus pergi malam nanti. Siang itu tugas telah dibagi. Herman membawa surat penting yang dimasukkan ke dalam jahitan bagian bawah celananya. Sedangkan Toto bertugas memutuskan kawat-kawat berduri yang melingkupi kamp sebanyak tiga lapis.
Setelah melihat hal yang terjadi, Parman merasa lega sekaligus sedih. Ia lega karena Herman berhasil lolos dan sudah pasti aman karena seharusnya sekarang sudah masuk ke dalam jalur perbukitan. Akan tetapi ia merasa sedih karena Toto tidak berhasil lolos dan harus mengorbankan nyawanya. Melihat kejadian ini, para tahanan merasa bahwa mereka kurang menghargai perjuangan para pahlawan. Sebagian dari mereka merasa malu dan ingat bahwa mereka juga merupakan bangsa Indonesia.
Pada tahap ini, konflik mulai terjadi saat Toto, Herman dan para pedagang lainnya sampai di jalan besar. Mereka mulai di sergap oleh para serdadu Belanda yang ternyata bersembunyi di semak-semak. Kemudian mereka pun dibawa ke markas IVG Ambara untuk menjalani pemeriksaan. Akan tetapi, masalah semakin rumit saat Toto dan Herman dipindahkan ke dalam markas IVG di Salatiga. Di sana, mereka ditawan dan dikurung di dalam sel dengan pagar kawat berduri. Selama di sana, Toto dan Herman disiksa untuk oleh salah satu Kapten bernama Jajusman.
Novel Pagar Kawat Berduri merupakan teks sejarah yang berkaitan dengan sastra bernuansa sejarah. Novel ini menceritakan kisah perjuangan Herman, Toto, dan Parman. Kisah ini diawali dengan tertangkapnya Herman, Toto, dan para pedagang lainnya saat mereka hendak melewati jalan besar. Kemudian para pedagang dikirim ke markas IVG Ambara untuk menjalani pemeriksaan sedangkan Herman dan Toto dibawa ke markas IVG Salatiga untuk diinterogasi. Selama di markas IVG Salatiga, Herman dan Toto disiksa oleh Sersan Jajusman dan kemudian dikirim ke kamp tawanan Salatiga di mana mereka bertemu dengan Kapten Kresna atau Parman.
Setelah mengetahui identitas Herman dan Toto, Parman segera merencanakan pelarian Herman dan Toto. Ketika waktunya telah tiba, Herman dan Toto bergegas melarikan diri sesuai dengan rencana yang telah mereka buat. Beberapa saat kemudian, terdengarlah suara tembakan. Ternyata Toto gagal melarikan diri dan terbunuh, namun Herman berhasil melarikan diri. Setelah itu, Parman ketahuan telah membantu mereka kabur sehingga dia ditembak mati dan Sersanmayor Koenan bunuh diri.
Dengan perjuangan Herman, Toto, dan Parman pada novel ini kita dapat membayangkan betapa sulit perjuangan-perjuangan para pejuang Republik pada masa itu. Perjuangan mereka yang bahkan hingga rela mati demi menyampaikan informasi kepada pejuang lainnya sangat mengagumkan, karena tidak semua orang berani melakukan itu dan tidak semua orang rela mengorbankan diri demi kepentingan negara. Dengan keberanian orang-orang seperti merekalah Indonesia dapat benar-benar merdeka bebas dari para penjajah.