Introducing
Your new presentation assistant.
Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.
Trending searches
Kejang demam merupakan kejadian paling banyak pada anak-anak, prevalensi kejadian hingga 2-5%.
Kejang demam oleh beberapa faktor genetik dan lingkungan seperti infeksi virus dan vaksinasi.
Kejang demam adalah peristiwa kejang yang terjadi pada anak-anak dengan demam, dimana demam terjadi bukan karena infeksi pada sistem saraf pusat. Insiden puncak kejadian adalah pada anak-anak adalah usia 12 bulan sampai 18 bulan.
Kejang demam adalah episode kejang yang terjadi dengan adanya demam lebih dari 38 C, biasanya dalam konteks infeksi virus dan umumnya terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Definisi ini mengecualikan kejang yang terjadi dengan adanya infeksi SSP atau gangguan metabolisme. Anak-anak dengan kejang tanpa demam sebelumnya dikecualikan dari kelompok anak-anak dengan kejang demam.
Berdasarkan gambaran klinis
Rekurensi kejang demam terjadi pada 30-50% anak setelah kejang demam pertama. Setiap kejang demam rekuren meningkatkan risiko kekambuhan lebih lanjut.
Anak yang pernah mengalami kejang demam memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kejang tanpa demam atau epilepsi setelahnya. Namun hubungan pasti antara kejang demam dan epilepsi masih belum pasti. Korelasi antara keduanya mungkin disebabkan oleh kelainan otak yang mendasari yang membuat anak rentan terhadap kejang demam dan epilepsi.
Kejang demam lebih banyak dikaitkan dengan virus. Virus yang diketahui berkontribusi terhadap kejang demam pada anak antara lain Influenza A dan B (15-50%) Adenovirus (11-21%) Respiratory syncytial virus (9%) Human metapneumovirus (2-3%) Parainfluenza (10-18%) Rhinovirus (14-22%) Rotavirus (1.3%) Enterovirus (20-38.9%) dan Human herpes virus-6 (20%). Infeksi virus dilaporkan hingga 80% penyebab dari kejang demam. Terdapat beberapa penelitian mendukung hubungan kejang demam dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan virus penyebab umumnya yaitu influenza dan Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Reaksi demam setelah vaksinasi sering terjadi pada anak-anak. 11% kejadian kejang demam terjadi dalam 2 minggu pasca vaksinasi. Meskipun beberapa vaksinasi meningkatkan kemungkinan terjadinya kejang demam dalam waktu singkat setelah vaksinasi, pada akhirnya vaksinasi mengurangi risiko kejang demam dengan mencegah terjadinya infeksi akibat virus penyebab.
Kejang terjadi karena aktivitas kelompok neuron yang tidak sinkron, berkepanjangan dan tidak terkendali yang muncul dari ketidakcocokan aktivitas rangsang di otak.
KANAL ION NATRIUM
Kanal ion natrium memainkan peran dalam potensial aksi di neuron. Pada pasien dengan Generalized Epilepsy Febrile Seizures Plus ditemukan adanya mutasi gen SCN1A dan SCN1B.
ATROFI HIPPOCAMPUS
Studi eksplorasi menunjukkan bahwa kejang demam lebih umum terjadi pada keluarga yang memiliki volume hippocampus dan amigdala yang relatif lebih kecil, yang ditandai dengan adanya gambaran asimetris dalam struktur dan malformasi hippocampus.
Trauma pada kehidupan awal seperti infeksi pada ibu, lingkungan prenatal, cedera hipoksik-iskemik perinatal atau infeksi postnatal, trauma otak diperkirakan menyebabkan rangsangan dengan mengambil atrosit dan mikroglia di lokasi cedera. Setelahnya timbulnya profokasi kedua seperti demam memungkinkan untuk memicu aktivitas kejang.
Hipertermia dapat meningkatkan rangsangan sel granula piramidal dan sel dentata serta penghambat interneuron. Kejang demam juga dapat menyebabkan sel granula ektopik yang lebih menyimpang dan berliku-liku, sehingga otak menjadi hipereksitasi. Hal ini akan meningkatkan risiko kekambuhan kejang demam.
Demam dapat memicu kejang demam melalui jalur inflamasi. IL-1 alfa, IL-1beta, TNF-alfa, IL-6 dan Interferon (IFN) adalah sitokin dari jalur pirogenik dengan IL-10 adalah sitokin antiinflamasi yang diproduksi sebagai respon terhadap IL-1beta, IL-6 dan TNF-alfa. IL-1beta dan IL-10 meningkat pada kejadian kejang demam.
Diagnosis bertujuan untuk menentukan penyebab dari kejang demam. Pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit, kalsium, magnesium, fosfor dan kadar glukosa darah tidak direkomendasikan secara rutin untuk mengevaluasi kejang demam. Pemeriksaan ini hanya boleh dilakukan jika gambaran klinis menunjukan perlunya pemeriksaan tersebut seperti adanya rasa kantuk setelah demam atau kecurigaan adanya bakterimia.
Diagnosis meningitsi perlu disingkirkan pada anak-anak. Pungsi lumbal untuk mendiagnosis meningitis hanya diindikasikan jika adanya gejala meningisme, riwayat sugestif meningitis atau infeksi intrakranial.
Pemeriksaan electroencephalogram (EEG) banyak dilakukan untuk menunjukkan adanya kelainan lambat atau fokal pada anak dengan FSE, namun tidak adanya aktivitas epileptiform bukan berarti kejang demam dapat disingkirkan. Oleh karena itu, EEG tidak dianggap berguna untuk diagnosis rutin.
Pemeriksaan neuroimaging seperti CT-scan atau MRI dianjurkan pada kejang demam untuk menilai risiko kekambuhan atau kerusakan neurologis jangk panjang dan jarang diperlukan pada kejang demam simpleks. Neuroimaging hanya diindikasikan untuk mengecualikan dugaan patologi lain seperti adanya lesi fokal, defek struktural atau cedera kepala berat.
Percobaan penelitian kontrol acak telah menunjukkan bahwa benzodiazepine termasuk midazolam, diazepam dan lorazepam memiliki efek terapeutik pada anak-anak dengan kejang. Meskipun demikian, kemanjuran obat ini masih belum pasti. Intervensi dini tidak diperlukan untuk kejang demam sederhana. Namun diazepam rectal/IV atau lorazepam IV harus diberikan untuk setiap anak dengan FSE. Terdapat beberapa obat profilaksis untuk mengurangi kekambuhan berikutnya termasuk fenobarbital, primidone, asam valproate dan diazepam intermiten.
Meskipun terdapat hubungan antara respon imun demam dan kejadian kejang, manfaat pemberian antipireutik umumnya hanya terbatas untuk memberikan kenyamanan pada anak dan tidak mempengaruhi risiko kekambuhan atau keparahan di masa mendatang. Hanya terdapat satu studi kontrol acak yang menunjukkan bahwa asetaminofen rektal dapatmengurangi risiko kekambuhan kejang demam dalam episode demam yang sama.
Kejang demam adalah penyakit yang umum pada masa kanak-kanak dan sebagian sembuh secara spontan dengan hasil perkembangan saraf yang khas. Insiden kejang demam merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan. Meskipun tidak membahayakan, prevalensi kejang demam dan kemungkinan gejala sisa, kejang tanpa demam dan epilepsi menjadikan hal ini penting secara klinis pada anak-anak.