Introducing 

Prezi AI.

Your new presentation assistant.

Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.

Loading…
Transcript

BAB VIII KONSEPSI MANUSIA DALAM KEHIDUPAN

Presentasi Kelompok 13

About

Author

Dosen Pengampu Filsafat Pendidikan

Rury Muslifar, S.Pd.,M.Pd

Penyusun Makalah

Author

1. Agustina Rahmah (2205096062)

2. Bella Jassika Williani (2205096077)

A. Kebermaknaan manusia

Review A

Pendidikan merupakan kegiatan esensial yang dimiliki oleh manusia. Dengan pendidikan manusia dapat dibedakan dengan makhluk lain yang menempati alam ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak akan dikatakan manusia apabila tanpa pendidikan. Pendidikan bukan sesuatu yang mengada dengan sendirinya,

melainkan pendidikan itu diusahakan oleh manusia. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan di mulai dengan adanya pemikiran tentang perlunya peningkatan derajat manusia dari keterbatasan sebagai makhluk alam menjadi makhluk yang sempurna dan dapat menguasai alam. Kebermaknaan manusia di alam kemanusiaan tercermin dari nilai yang dimiliki oleh dirinya. Manusia merefleksi dirinya sendiri yang lebih mengetahui subyektifitasnya dan membayangkan kepada dirinya tentang manusia lain.

A.1

A.2

Dari hal diatas tersebut dapat diambil satu dasar pemikiran bahwa untuk menganalisa manusia tetapkanlah manusia secara induvidu. Dari nilai individu akan kita ketahui individu-individu lain. Untuk mengetahui konsepsi atau pikiran manusia yang memikirkan manusia dan pendidikan,perlu ditentukan pangkal tolak pembicaraan dan pangkal tolak ini merupakan pokok-pokok pikiran.

B. Apa Sejatinya Manusia

Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.Dengan demikian, manusia berada dalam perjalanan hidup, dalam perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan dirinya sebagai manusia.

Review B

Manusia sebagai mahluk yang berpikir atau “homo sapiens” mahluk yang berbentuk “homo faber” mahluk yang dapat dididik (homo educandum) dan dengan kedudukannya sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh dalam kaitannya dengan kepentingan perkembangan kognitif,psikomotorik dan afektif.

B.1

Manusia belum selesai menjadi manusia. Ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia. Untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri.

“Humans can be human only through education”, demikian kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya.

B.2

Di dalam pendidikan itulah terjadi proses interaksi belajar mengajar antara

murid dan guru untuk mendapatkan transfer kognitif, psikomotorik dan afektif.

Manusia yang secara utuh adalah manusia yang memiliki keseimbangan antar berbagai segi, yaitu segi individu, sosial, jasmani dan rohani, serta dunia dan akhirat.

Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan manusia dengan dirinya,manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam sekitar atau lingkungannya dan manusia dengan Tuhan.

B.3

B.4

Pendidikan tanpa mengindahkan masalah pedagogik akan menimbulkan pemaksaan murid untuk menerima sekumpulan

pelajaran yang telah ditetapkan dan hanya mengikuti standar kurikulum yang tertuang dalam matrik yang kaku. Fenomena semacam ini memperkenalkan kepada murid sebuah sistem kekerasan.

Kenyataan atas ketimpangan tersebut berdampak luas pada keengganan murid mendalami bidang-bidang ilmu tertentu, atau muncul polarisasi ilmu-ilmu tertentu tanpa pemikiran kritis.

Disamping itu fenomena ini akan menimbulkan pengaruh psikologi yang amat dalam terhadap anak didik dalam mengikuti proses pendidikan. Kegagalan dalam menerapkan dasar-dasar atau fundamental konsep pedagogik dalam proses pendidikan, akan menimbulkan reaksi-reaksi negatif di kalangan pelajar dalam merespon konsep dan proses pendidikan itu sendiri.

Apabila kita melihat ke belakang, kondisi yang terjadi di atas juga memiliki beberapa kesamaan dalam beberapa hal pada masa Ibn Khaldūn dan John Dewey.

Pada masa Ibn Khaldūn, para guru tidak memahami cara-cara mengajar (metode didaktik), sehingga mereka tanpa sadar telah memaksa para murid untuk memahami persoalan yang hanya mengharapkan keberhasilan latihan berpikir logik.

Para guru masa itu mengira bahwa cara tersebut merupakan cara efektif mengajarkan murid untuk menjadi manusia cerdas, namun yang terjadi adalah fenomena kebingungan para murid.

Fenomena di atas juga mempunyai kesamaan dengan kejadian yang dialami John Dewey. John Dewey mengkritik sekolah tradisional yang dianggapnya sudah tidak layak untuk dijalankan, karena dalam sekolah tradisonal terdapat beberapa kesalahan,dan dibawah ini merupakan upayanya dalam memperbaiki kesalahan tersebut, yaitu diantaranya:

1. Ia memberantas dengan keras kesalahan sekolah tradisional dan memasukkan “kerja” dalam ruangan sekolah;

2. Dalam sekolah lama jarak antara pengajaran dan penghidupan anak sangat jauh. Dewey berusaha berfikir agar bagaimana caranya mendekatkan kehidupan anak di sekolah dengan kehidupan masyarakat.Ia mengubah sekolah kuno yang pasif itu menjadi sekolah baru yang aktif, sehingga anak-anak dapat menambah pengetahuan dan kecakapannya serta menemukan skill dan bakatnya dengan baik.

Sambungan

3. Di sekolah kuno pelajaran tiap tahun selalu berlangsung secara sama, tetapi pengajaran proyek mengubah keadaan yang statis itu menjadi dinamis. Setiap tahun pengajaran maupun pendidikan berganti sesuai dengan masalah yang diambil dari masyarakat yang selalu hidup dan berubah, serta sesuai dengan perkembangan perhatian anak.

4. Anak dilatih belajar sungguh-sungguh dan bekerja sama, tidak seperti di sekolah tradisional. Di sekolah tradisional anak hanya menghafal dan berbuat untuk kepentingan diri saja.

Persamaan antara Ibn Khaldūn dan John Dewey tidak hanya pada sikap mereka yang reaktif (kritis) terhadap pola-pola pendidikan pada masa mereka masingmasing. Namun, ada persamaan lainnya dari kedua pemikiran tokoh tersebut.

Persamaan itu diantaranya adalah penempatan pengalaman sebagai salah sumber dari pengetahuan. Ibn Khaldūn menyebutkannya sebagai al-‘Aql al-Tajrībī sedangkan John Dewey menyebutnya dengan Experimental Continum. John Dewey bahkan telah menggagas konseptual pendidikan berbasis pengalaman melalui karya tulisnya yang berjudul Experience and Education. Bagi Ibn Khaldūn, pengembangan potensi diri (fitrah) manusia sebagai aktualisasi potensi-potensi manusia dalam kerangka umum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Manusia dilahirkan membawa bakat (potensi-potensi dasar) dan ia akan menjadi aktual serta berkembang setelah mendapat rangsangan dan pengaruh pendidikan yang diterimanya.

Manusia secara fitrah adalah baik. Ia menjadi jahat disebabkan faktor luar dari proses aktualisasinya. Karena itu, pendidikan menjadi keharusan alami untuk mengoptimalkan potensi kebaikan yang bersifat inborn tersebut.

Bagi John Dewey, pendidikan tidak lain adalah hidup itu sendiri. Hidup ini bukan hanya perkara hidup personal tapi secara luas menyangkut kehidupan masyarakat itu juga.

Karena itu pendidikan adalah sebuah keniscayaan dan berlangsung secara alami, berfungsi sosial lantara berlangsung dalam masyarakat itu sendiri, memiliki nilai dan makna membimbing lantaran kebiasaan hidup generasi lama yang berbeda dengan generasi baru serta menjadi tanda perkembangan peradaban suatu masyarakat.

Hidup manusia merupakan proses integrasi dan disintegrasi yang

berkesinambungan, proses pusat perubahan organisasi, proses pembentukan kesinambungan baru dari tingkatan yang rendah menuju kesempurnaan. Jika manusia menolak keharusan ini, maka terpaksa menemui kehancurannya sendiri baik secara fisik atau secara mental.

Integrasi di sini berarti keadaan bersama dengan dunia, dengan realitas,termasuk realitas sendiri. Kehancuran berarti keadaan terpisah dari dunia, terlepas dari dunia atau menolak dunia dan ini berarti bahwa manusia dan dunia adalah bermusuhan atau asing.

Manusia mencari bentuk integrasi baru antara dunia dengan segala dimensinya. Karena integrasi tidaklah mungkin tanpa meninggalkan

aspek-aspek tertentu dari dunia dalam mencari totalitas baru, maka integrasi seringkali dihadapkan pada disintegrasi dari unit struktur pribadi yang Iain.

Integrasi baru mengasumsikan struktur baru atau tingkatan baru yang akan menjadi lebih bermakna dari struktur lama. Dalam konsep pemikiran ini, kita mencoba untuk memberikan peristiwa dan perilaku manusia sebagai suatu perubahan tingkatan. Perubahan yang sering digunakan orang dalam mendiskripsikan manusia ialah membandingkannya dengan hewan. Manusia adalah hewan yang banyak mempunyai berbagai atribut, oleh karena sifat dan kemampuannya.

Sifat dan kemampuan yang dimiliki manusia dapat dilihat dalam berbagai aspek atau sudut pandang.

Hal ini bertujuan mencari obyektifitas dari aspek yang disoroti.

Dengan kata lain bahwa manusia dapat dilihat dari segi keilmuan yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari eksistensi manusia, seperti :

(1) Manusia sebagai makhluk biologis

(2) Manusia sebagai makhluk yang berperilaku

(3) Manusia sebagai makhluk sosial

(4) Manusia sebagai makhluk berbudaya

C. Manusia sebagai makhluk Biologis

Manusia disebut sebagai makhluk biologis karena memiliki raga yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh dan berkembang, memerlukan makanan,

berkembangbiak, dan sebagainya. Hakikatnya manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian.

Review C

Manusia merupakan makhluk biologis (biological beings),produk efolusi yang terjadi dalm kurun waktu yang sangat lama.Sebagai makhluk sosial(social beings),manusia dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi dewasa serta mempunyai integritas terkait karakter dan perilaku.

Manusia tidak dapat bertumbuh dan berkembangapabila tidak memperoleh perlindungan (protection) serta dukungan (support) dari komunitas sosial dan budaya. Selain itu,pertumbuhan dan perkembangan manusia di tentuan oleh ekosistem serta komunitas biologis (biological communities).

C.1

Bumi adalah komunitas biologis atau rumah kehidupan manusia. Terkait hal ini, ekologi (ecology) berasal dari kata Yunani oikos yang berarti rumah (home). Perlu diketahui bahwa gagasan mengenai ekologi ditumbuhkan dan dikembangkan para ahli biologi abad XVIII-XIX. Mereka mempelajari bumi terutama terkait siklus zat kimia dan nutrisi menakjubkan yang mengikat berbagai macam organisme.

Menurut Charles Darwin, di alam terjadi persaingan (competition) dan ketergantungan (dependency) antar spesies. Misalnya relasi halus yang terjadi diantara karbon, nitrogen, fosfor, kalium, dan kalsium. Melalui sistem alami (natural systems), siklus kimiawi (chemical cycling) memungkinkan tersedianya nutrisi bagi organisme.

Namun, aktivitas manusia membuat sistem yang ada di dalam danau dan hutan terbebani sulfur (sulphur). Sulfur muncul akibat pembakaran fosil (burning of fossil) melalui industri dan transportasi. Selain itu, hujan asam (acid rain) yang terjadi di belahan bumi utara berdampak pada kerusakan lingkungan (environmental damage).

Pemanasan atmosfer bumi dan efek rumah kaca menimbulkan peningkatan badai sebesar empat puluh persen dalam kurun waktu lima puluh tahun kedepan. Deforestasi di Himalaya berpotensi mengakibatkan banjir di Bangladesh. Kerusakan hutan Amazon menghancurkan masyarakat adat (indigenous people) dan spesies hewan (animal species).

Pada akhir abad ini, jumlah ikan berkurang dan sistem kekebalan makhluk laut menurun. Manusia akan hidup dalam kondisi sengsara, rentan terhadap penyakit, dan berhadapan dengan bencana klimatologis.

C.2

KESIMPULAN

Manusia sebagai mahluk yang berpikir atau “homo sapiens” mahluk yang berbentuk “homo faber” mahluk yang dapat dididik (homo educandum) dan dengan kedudukannya sebagai makhluk yang berbeda dengan makhluk lainnya haruslah menempatkan manusia sebagai pribadi yang utuh dalam kaitannya dengan kepentingan perkembangan kognitif, psikomotorik dan afektif. Keseimbangan hubungan tersebut menggambarkan keselarasan hubungan manusia dengan dirinya, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam sekitar atau lingkungannya dan manusia dengan tuhan sehingga setiap manusia pada dasarnya sebagai pribadi atau individu yang utuh. Dengan kata lain bahwa manusia dapat dilihat dari segi keilmuan yang menyoroti aspek-aspek tertentu dari eksistensi manusia, seperti : (1) Manusia sebagai makhluk biologis (2) Manusia sebagai makhluk yang berperilaku (3) Manusia sebagai makhluk sosial (4) Manusia sebagai makhluk berbudaya.

D.1

D.2

SESI

TANYA JAWAB

THANK YOU

KLIK

Learn more about creating dynamic, engaging presentations with Prezi