Introducing 

Prezi AI.

Your new presentation assistant.

Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.

Loading content…
Loading…
Transcript

KEBIJAKAN MONETER DI iNDONESIA

Oleh : Kelompok 2

7 December 2017

Nama Kelompok

Pembuka

I Ketut Suri Yoga Raharja

Gde Dharma Sasmita

Komang B Lanang Wiguna

I Putu Agus Ari Wiguna

Ida Bagus Hari Saradha

I Wayan Wira Putra

Muhammad Naufal Faherza A

Topik Pembahasan

Topik Pembahasan

Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Kestabilan Harga

(Inflation Targeting)

Penerapan ITF di Indonesia (Inflation Targeting Framework)

Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka

Kebijakan Nilai Tukar dan Sistem Devisa

Pembahas

Pembahasan

Gus Hari

1

Kebijakan Moneter di Indonesia dengan Sasaran Kestabilan Harga (Inflation Targeting)

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Penerapan ITF di Indonesia (Inflation Targeting Framework)

Bank Indonesia dan Inflasi

Tujuan Bank Indonesia, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 pasal 7 adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Adanya amanat ini semakin menegaskan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian sasaran tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sebagaimana diketahui, pada masa sebelumnya bank sentral mempunyai tujuan yang harus dicapai antara lain pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, dan perluasan kesempatan kerja. Untuk mencapai tujuannya, bank sentral dihadapkan dengan adanya trade off antara pencapaian tujuan yang satu dan yang lainnya. Untuk itu, bank sentral perlu didorong untuk memilih salah satu tujuan sebagai sasaran utamanya dengan tetap memperhatikan sasaran-sasaran lainnya. Kestabilan rupiah merupakan pilihan yang ditetapkan sebagai sasaran tunggal dari tugas-tugas Bank Indonesia.

Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Inersia inflasi atau kesulitan ekspektasi inflasi untuk dirubah akibat adanya kecenderungan untuk menjadikan tingkat inflasi atau perkembangan nilai tukar dan perkembangan harga tahun lalu sebagai dasar ekspektasi inflasi tahun berikutnya, target inflasi yang diumumkan Bank Indonesia, nilai tukar rupiah akan berpengaruh langsung terhadap ekspektasi inflasi dari para pelaku pasar. Ekspektasi pelaku pasar terhadap inflasi juga akan dipengaruhi oleh inflasi harga√harga yang ditentukan pemerintah (administered price). Sementara itu, nilai tukar rupiah dan inflasi yang terjadi di mitra dagang akan berpengaruh terhadap kenaikan harga barang impor (inflasi barang impor) yang akan menimbulkan output gap. Ekspetasi inflasi, output gap dan inflasi harga impor akan mempengaruhi inflasi inti. Jika inflasi inti digabungkan dengan inflasi administered, dan inflasi volatile foods, maka akan terbentuk inflasi IHK.

Dharma

2

Perubahan Base Money Menuju ITF

Kerangka kerja kebijakan moneter yang diterapkan sejak masa krisis hingga tahun 1999 pada awalnya ditujukan untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di perbankan akibat tindakan bail out terhadap perbankan pada saat krisis dalam bentuk BLBI. Kerangka ini pada saat itu diformalkan sebagai bagian dari proses restrukturisasi dan pemulihan ekonomi dalam program IMF. Pendekatan ini dipandang sebagai langkah yang tepat untuk mengatasi dampak krisis pada saat itu.

Efektivitas kebijakan moneter sangat bergantung pada terpenuhinya asumsi bahwa Bank Indonesia dapat mengendalikan base money dengan baik serta pada kestabilan perkembangan velocity uang beredar. Tuntutan akan perlunya perubahan kerangka kebijakan moneter yang diterapkan pada saat itu terutama dilatarbelakangi oleh kelemahan asumsi tersebut dan fatwa bahwa telah terjadi perubahan struktural di dalam perekonomian Indonesia, khususnya pasca terjadi krisis ekonomi tahun 1997/1998.

Secara umum, kebijakan moneter yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut :

  • Bersifat antisipatif (forward looking) karena adanya lag kebijakan moneter;
  • Hanya memiliki satu nominal anchor;
  • Mengikatkan diri pada suatu rule, tetapi cukup fleksibel dalam operasionalisasi (constrained discretion)
  • Sesuai dengan prinsip-prinsip good coorporate governance, yaitu memiliki tujuan yang jelas, transparan dan berakuntabilitas.

Kesadaran akan adanya kelemahan dalam kerangka kebijakan moneter yang diterapkan untuk saat ini, terutama dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi di pasar finansial, sebagaimana dikemukakan sebelumnya telah mendorong Bank Indonesia mengambil pendekatan yang bersifat pragmatis dalam implementasi kebijakan moneter. Hal ini dilakukan tanpa meninggalkan pendekatan kuantitas, tetapi menaruh perhatian yang lebih besar pada perkembangan suku bunga, dan bahkan menjadi semakin dominan sejak awal tahun 2003, khususnya suku bunga yang terbentuk pada setiap kali lelang SBI dilakukan (mingguan).

Dampak pendekatan yang bersifat pragmatis yang membuat kebijakan yang diambil cenderung bersifat eclectic (sangat leluasa) tersebut adalah sinyal kebijakan moneter menjadi kurang transparan. Hal ini berdampak pada munculnya semacam dilema dalam kegiatan pengendalian moneter menjadi Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen SBI dan FASBI yang menjadi kurang jelas tujuannya. Di satu sisi, pengendalian moneter dimaksudkan untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam rangka mencapai target base money, tetapi di sisi lain tindakan tersebut dibatasi karena harus pula mempertimbangkan aspek signaling kebijakan (pengomunikasian kebijakan).

Lanang

3

Kerangka Kebijakan Moneter Berbasis ITF

Dengan berakhirnya masa krisis, Indonesia mulai berupaya untuk merubah kebijakan moneter untuk mendapatkan sistem moneter yang kuat terhadap goncangan-goncangan. Sistem moneter yang kuat seharusnya fokus pada pencapaian sasaran tunggal. Hubungan antara uang primer dan inflasi juga semakin dirasakan tidak stabil. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dengan target jumlah uang beredar dirasakan tidak tepat lagi. Kajian-kajian mengenai alternatif kebijakan moneter dilakukan sejak tahun 1999, yang dikenal sebagai tahap Inflation Targeting Framework lite. Hal ini didasarkan pada UU no.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang secara implisit telah mengamanatkan penerapan inflation targeting sebagai kerangka kerja kebijakan moneter

Amanat tersebut dapat dibagi menjadi enam.

  • Adanya pengaturan dan pemahaman bahwa tujuan utama kebijakan moneter adalah kestabilan harga
  • Adanya penetapan dan pengumuman sasaran inflasi kepada masyarakat
  • Adanya pengaturan bahwa sasaran inflasi merupakan sasaran akhir dan sebagai dasar perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter
  • Adanya pemberian independensi kepada Bank Indonesia dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter
  • Adanya kewajiban bagi Bank Indonesia untuk menjelaskan pelaksanaan kebijakan moneter kepada masyarakat sebagai perwujudan asas transparansi
  • Adanya mekanisme akuntabilitas bagi bank sentral untuk mempertanggungjawabkan dan dinilai kinerjanya dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh DPR.

Secara alur, transmisi kebijakan moneter sebelum menggunakan ITF adalah sebagai berikut :

Sebelum penerapan ITF, sasaran operasional dari kebijakan moneter adalah jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar pada saat itu diyakini mempengaruhi output dan inflasi. Dalam frame kebijakan seperti ini, pencapaian kestabilan harga dilakukan melalui operasi moneter dengan menjaga jumlah uang beredar. Akan tetapi, hal ini sulit dilakukan karena bank sentral hanya mampu mempengaruhi Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia seperti tersebut di atas, Bank Indonesia tidak sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation).

Lima hal penting dalam desain ITF adalah operasi moneter, respons kebijakan, indikator kebijakan, dan sasaran akhir. Berikut ini merupakan penjabaran masing-masing bagian-bagian penting dalam desain ITF adalah sebagai berikut :

  • Operasi Pengendalian Moneter
  • Respons Kebijakan Moneter
  • Indikator Kebijakan Moneter
  • Sasaran Inflasi
  • Koordinasi dengan Pemerintah

Pembahasan

Pembahas

Ari Wiguna

1

Kebijakan Moneter dalam Perekonomian Terbuka

Dalam era perekonomian global, interaksi ekonomi antarnegara merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan ekonomi antarnegara yang semakin terbuka. Hal ini tercermin dari semakin tingginya transaksi perdagangan antarnegara saat ini. Suatu negara tidak dapat memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang diproduksi didalam negerinya sendiri. Di sisi lain, sebuah negara dapat mengekspor kelebihan barang dan jasa yang diproduksinya ke negara yang membutuhkan. Demikian pula dengan arus dana antarnegara yang semakin meningkat seiring dengan semakin terbukanya perekonomian antarnegara.

Keterbukaan ekonomi suatu negara akan membawa suatu konsekuensi pada perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi makro, termasuk kebijakan moneternya. Hal ini mengingta semakin besar transaksi perdagangan dan keuangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara, maka semakin besar pula aliran dana luar negeri yang masuk dan keluar dari negara yang bersangkutan. Aliran dana luar negara tersebut selanjutnya akan memperngaruhi jumlah uang yang beredar, suku bunga, dan nilai tukar dalam perekonomian, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Mekanisme dan besarnya pengaruh aliran dana luar negeri tersebut akan dipengaruhi oleh sistem nilai tukar dan sistem devisa  yang dianut negara bersangkutan.

Sistem Nilai Tukar

Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar :

  • Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Change Rate)
  • Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Change Rate)
  • Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Change Rate)

Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Change Rate) yaitu nilai tukar atau kurs suatu negara terhadap nilai tukar mata uang asing mempunyai nilai tetap, misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika adalah Rp. 10.000 per $1. Pada nilai tukar ini bank sentral akan siap menjual atau membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi atau revaluasi atas nilai tukar yang ditetapkan.

Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Change Rate) yaitu sistem nilai tukar sengaja dibiarkan sesuai kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukarakan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan di pasar valas, dan sebaliknya.

Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Change Rate) yaitu sistem niilai tukar berada diantara kedua sistem nilai diatas, dimana bank sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut pita intervensi (intervension band). Nilai tukar ditentukan sesuai mekanisme pasar selama berada di dalam batas kisaran pita intervensi. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau bawah pita intervensi tersbut maka bank sentral secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak ke dalam pita intervensi.

Naufal

2

Tujuan Kebijakan Moneter

Untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (Pasal 8 butir a Undang – Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 3 tahun 2004).

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Kebijakan Nilai Tukar dan Sistem Devisa

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pemilihan sistem nilai tukar dan sistem devisa sangat memengaruhi efektivitas kebijakan moneter. Dalam kondisi suatu negara menerapkan sistem nilai tukar tetap, apabila terjadi aliran dana luar negeri masuk/keluar, maka hal tersebut berpengaruh langsung terhadap jumlah uang beredar di dalam negeri dan sebagai akibatnya berpengaruh terhadap efektivitas kebijakan moneter dalam memengaruhi kegiatan ekonomi dan inflasi.

Dalam konteks lndonesia, sistem dan kebijakan nilai tukar dan devisa yang dianut, selain ditujukan untuk mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan ekonomi, juga diarahkan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Sesuai dengan UU No. 23 Tahun1999, Bank lndonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan. UU dimaksud juga memberikan kewenangan bagi Bank Indonesia untuk mengelola cadangan devisa serta menerima pinjaman luar negeri dalam rangka pengelolaan cadangan devisa.

Kebijakan Nilai Tukar

Dalam sejarah perekonomian Indonesia, sistem nilai tukar tetap, sistem mengambang terkendali, dan sistem mengambang pernah diterapkan di Indonesia. Sistem nilai tukar tetap dianut pada periode tahun 1973 hingga Maret 1983. Sementara itu, sistem nilai tukar mengambang terkendali secara ketat diterapkan pada periode Maret 1983- September 1986. Dalam periode ini pemerintah pernah melakukan beberapa kebijakan devaluasi atas nilai tukar rupiah sebagai berikut.

  • Devaluasi November 1978 dari Rp.425 per USD menjadi Rp.625 per USD
  • Devaluasi Maret 1983 dari Rp.625 per USD menjadi Rp.825 per USD; dan
  • Devaluasi September 1986 dari Rp.1.134 per USD menjadi Rp.1.644 per USD.

Wira

3

Kebijakan Devisa

Dalam sejarah perekonomian lndonesia, beberapa kebijakan mengenai pengaturan devisa telah dilaksanakan Sesuai dengan sistem devisa yang telah diterapkan. Sistem devisa terkontrol pernah diterapkan di Indonesia berdasarkan UU No. 32 Tahun 1964. Pada waktu itu, devisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Umum (DU). Sesuai dengan undang-undang pada waktu itu setiap perolehan devisa baik DHE maupun DU wajib diserahkan kepada negara

Sistem devisa semi terkontrol pernah diterapkan di Indonesia berdasarkan perpu No. 4 Tahun 1970 menggantikan UU No. 32 Tahunt 1964. Pada waktu itu, perolehan DHE wajib diserahkan ke Bank Indonesia dan penggunaan harus mendapat izin dari Bank Indonesia, sementara untuk DU dapat secara bebas diperoleh dan dipergunakan oleh masyarakat. Administrasi perolehan dan penggunaan Di DHE dilakukan oleh Bank Indonesia, sementara lalu lintas devisa untuk jenis DU mulai tidak dapat diadministrasikan dan dipantau secara baik.

Sistem devisa bebas mulai diterapkan di Indonesia dengan PP No. 1Tahun 1982 menggantikan baik UU No. 32 Tahun 1964 maupun Perpu No. 64 Tahun 1970. Dengan peraturan ini, setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Ini berlaku baik bagi devisa dalam bentuk DHE maupun DU. Tidak ada pengaturan mengenai kewajiban bagi penduduk untuk melaporkan devisa yang diperoleh dan dipergunakannya. Kebebasan sistem devisa kemudian diartikan juga tidak wajib lapor, meskipun di negara-negara lain kewajiban pelaporan ini masih diberlakukan.

Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar

Sebagai suatu angka rata-rata biasanya dalam menghitung nilai tukar efektif tersebut dipergunakan suatu bobot atas suatu mata uang tertentu. Bobot tersebut ,misalnya, dapat berupa pangsa perdagangan suatu negara dengan negara lain. Nilai tukar efektif ini dapat dihitung antara satu negara dengan negara lain (bilateral) atau satu negara dengan beberapa negara (multilateral). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Dalam sistem nilai tukar tetap, mata uang lokal ditetapkan secara tetap terhadap mata uang asing. Sementara dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar atau Kurs dapat berubah-ubah setiap saat, tergantung pada jumlah penawaran dan permintaan valuta asing relatif terhadap mata uang domestik.

Setiap perubahan dalam penawaran dan permintaan dari suatu mata uang akan mempengaruhi nilai tukar mata uang yang bersangkutan. Dalam hal pemintaan terhadap valuta asing relatif terhadap mata uang domestik meningkat, maka nilai mata uang domestik akan menurun. Sebaliknya jika permintaan terhadap valuta asing menurun, maka nilai mata uang domestik meningkat. Sementara itu, jika penawaran valuta asing meningkat relatif terhadap mata uang domestik, maka nilai tukar mata uang domestik meningkat. Sebaliknya jika penawaran menurun, maka nilai tukar mata uang domestik menurun. Dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing

Penutup

Kesimpulan

Kesimpulan

Interaksi ekonomi antar negara adalah sebuah keniscayaan dalam perekonomian yang semakin terbuka. Dengan semakin besarnya keterkaitan antar-negara, maka semakin terbuka pula perekonomian, dalam kondisi demikian, menjaga stabilitas perekonomian tidaklah mudah. Kejadian ekonomi yang terjadi secara global, baik secara langsung maupun tidak langsung, memberikan pengaruh terhadap perekonomian dalam negeri. Untuk mengurangi dampak goncangan perekonomian global terhadap perekonomian dalam negeri, khususnya indonesia yang merupakan negara kecil yang mempunyai karakteristik perekonomian dengan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi pada perekonomian global, perekonomian yang relatif tidak stabil, dengan tingginya tingkat kerentanan terhadap goncangan dari luar negeri serta tingginya tingkat ketergantungan terhadap perubahan harga internasional dibutuhkan kebijakan yang efektif dan efisien, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal serta kebijakan-kebijakan ekonomi lainnya.

SESI DISKUSI

-

SEKIAN

DAN

TERIMA KASIH

Learn more about creating dynamic, engaging presentations with Prezi