Kesimpulan :
Dari kasus Korupsi yang menyangkut Miranda Goeltom dan beberapa anggota DPR RI tersebut, menunjukkan korupsi dinegeri ini dapat dilakukan oleh siapa saja dan dengan berbagai cara. Kasus ini menambah daftar panjang para koruptor dari kalangan pejabat negara. Dimana seharusnya mereka sebagai pihak yang berperan memajukan bangsa, pembawa aspirasi rakyat, dan memperjuangkan hak-hak rakyat justru melakukan tindakan korupsi yang merugikan kepentingan rakyat dan negara Indonesia. Semoga dari kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia, dan antisipasi penegak hukum untuk selalu mewaspadai berbagai cara untuk melancarkan tindak korupsi yang dapat dilakukan oleh siapa saja.
Terungkap Kasus Korupsi Miranda Goeltom
9 September 2008
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan temuan 480 lembar travelers cheque BII (cek pelawat) senilai Rp 24 miliar yang ditujukan kepada 41 anggota DPR. Para anggota DPR mencairkan dana dengan cara bermacam-macam, antara lain menyuruh sopir atau ajudan.
- Agus Condro Prayitno mantan anggota DPR RI komisi IX periode 1999-2004 melaporkan adanya uang berupa travel cheque yang diberikan kepada anggota DPR setelah 56 anggota Komisi IX memilih Miranda menjadi Deputi Senior Gubernur BI pada Juni 2004. Dengan adanya laporan dari Agus Condro tersebut, KPK kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga terdapat 26 tersangka pada kasus suap tersebut termasuk Agus Condro sendiri.
- Entah karena gugup menghadapi penyidik KPK, dalam dua kali pemeriksaan, 4 dan 8 Juli 2008 untuk bersaksi atas kasus aliran dana BI Rp 100 miliar ke DPR dengan tersangka Hamka Yandhu, saat itu Agus keceplosan turut menerima uang Rp 500 juta. Atas keluguannya, Agus Condro sendiri dinyatakan bersalah dan diganjar penjara 15 bulan.
KRONOLOGI KASUS
Mantan anggota Fraksi PDI Perjuangan Agus Condro Prayitno mengungkapkan skandal korupsi dalam pemilihan Miranda.
Terkait adanya uang berupa travel cheque yang diberikan kepada anggota DPR setelah 56 anggota Komisi IX memilih Miranda menjadi Deputi Senior Gubernur BI pada Juni 2004.
8 Juni 2004
Pada saat pembagian cek tersebut, di Gedung DPR sedang berlangsung fit and proper pemilihan DGS BI.
Pada malam harinya akhirnya Komisi XI DPR memutuskan Miranda terpilih sebagai DGS BI mengalahkan Hartadi A. Sarwono dan Budi Rochadi.
Uji kelayakan dan kepatutan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dimenangkan Miranda Swaray Goeltom dengan meraih 41 suara,
sedangkan pesaingnya Budi Rochadi (12 suara),
dan Hartadi A Sarwono (1 suara). Dua suara lagi abstain.
ANALISIS KASUS
Kasus korupsi diatas adalah tindak pidana suap yang dilakukan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang mana Miranda Goeltom yang merupakan calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia melakukan tindak pidana suap kepada sejumlah anggota dari beberapa fraksi di komisi IX DPR RI periode 1999-2004 berupa pemberian “Travel Cheque BII”. Dimana tujuan Miranda Goeltom memberikan Travel Cheque tersebut adalah untuk memenangkan Miranda Goeltom dalam Fit and Proper Test pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 di Komisi IX DPR RI.
23 November 2011
Foto Nunun tengah berbelanja di luar negeri (diduga di Singapura) beredar di media
7 Desember 2011
Nunun Nurbaetie ditangkap di Bangkok, Thailand.
10 Desember 2011
Nunun Nurbaetie tiba di Jakarta, dan dijebloskan ke Rutan Perempuan Pondok Bambu Jakarta Timur, Minggu
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat
Dalam sidang pada Kamis (27/9/2012), Miranda Swaray Goeltom divonis dengan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp 100 juta. Sebab, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Ketua Majelis Hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Miranda Swaray Gultom bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwan pertama, Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mengatakan bahwa Miranda terbukti memberikan sesuatu, berupa cek pelawat. Sehingga, dirinya terpilih sebagai DGS BI periode 2004-2009 dari hasil pemungutan suara di Komisi IX DPR RI pada tanggal 8 Juni 2004.
KORUPSI MIRANDA GOELTOM
7 Juni 2004
Nunun Nurbaetie melakukan pertemuan dengan Hamka Yandhu di kantornya di Jalan Riau, Menteng, sebelum fit and proper test calon DGS BI. Dalam pertemuan tersebut, Nunun dan Hamka membicarakan rencana pemberian TC (travel cheque), sebagai tanda terima kasih.
Nunun Nurbaetie, selaku pemilik perusahaan kemudian menghubungi Arie Malangjudo dan meminta Direktur di PT Wahana Esa Sembada itu menyiapkan tanda terima kasih kepada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004. Hamka Yandhu kemudian meyakinkan Arie bahwa segalanya sudah diatur. Hamka menjelaskan pemberian tanda terima kasih itu nanti akan ada kodenya. Masing-masing partai mendapat bungkusan sesuai warna partainya, yaitu kuning (Golkar), merah (PDIP), hijau (PPP) dan putih (fraksi TNI/POLRI).
Setelah itu, Arie langsung menelepon terdakwa Nunun untuk melaporkan rampungnya penyaluran cek tersebut.
KORUPSI
Korupsi menurut Pasal 2
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”
Berdasarkan tindakan Miranda Goeltoem tersebut, berarti telah terjadi tindak pidana korupsi suap. Dimana perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam :
Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :
“Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 ( lima puluh juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 ( dua ratus lima puluh juta rupiah ) setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya”.
1 April 2010
Nunun dikatakan sakit 'pelupa berat' oleh dokter ketika dipanggil sebagai saksi untuk Dudhie Makmun Murod.
17 Mei 2010
Pengadian Tipikor memvonis mantan anggota DPR dari Partai Golkar Hamka Yandhu 2 tahun 6 bulan penjara terkait kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur BI. Hamka dikenakan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan. Hari yang sama, Dudhie divonis 2 tahun, Endhin Soefihara (15 bulan), Udju Juhaeri (2 tahun).
25 September 2008
KPK pertama kali memanggil Nunun, tapi Nunun mangkir dengan alasan sakit.
9 Juni 2009
KPK menetapkan Hamka Yandu, Dudhie Makmun Murod, Udju Djuhaeri, dan Endin AJ Soefihara sebagai tersangka.
24 Maret 2010
KPK meminta Ditjen Imigrasi mencekal Nunun, namun ternyata ia telah pergi ke Singapura sehari sebelumnya.
26 Mei 2011
Kementerian Hukum dan HAM mencabut paspor Nunun.
14 Juni 2011
Nunun resmi jadi buronan interpol dengan nama Nunun Daradjatun.
26 Oktober 2011
Ketua KPK mengungkapkan Nunun dilindungi kekuatan-kekuatan besar. Belakangan Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, kekuatan itu berasal dari pengusaha luar negeri.
Berdasarkan unsur-unsur :
Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Perbuatan : memberikan sesuatu,
Penjelasan : dalam kasus ini, Miranda Goeltom terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan perbuatan memberikan sesuatu kepada sejumlah anggota fraksi di komisi IX DPR RI.
Obyeknya : sesuatu
Penjelasan : dalam kasus ini, sesuatu yang diberikan oleh Miranda Goeltom adalah berupa 480 lembar travelers cheque BII (cek pelawat) senilai Rp 24 miliar.
Kepada penyelenggara negara, dan pegawai negeri
Penjelasan : dalam kasus ini, yang dimaksud penyelenggara negara adalah sejumlah anggota fraksi PDI-P, GOLKAR dan PPP komisi IX DPR RI periode 1999-2004 dan fraksi TNI/POLRI selaku pegawai negeri.
Karena berhubungan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Penjelasan : dalam kasus ini, sejumlah anggota fraksi PDI-P, GOLKAR dan PPP komisi IX DPR RI periode 1999-2004 dan TNI/POLRI selaku pegawai negeri menerima suap berupa Travelers Cheque agar memilih dan memenangkan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, padahal tindakan tersebut bertentangan dengan kewajibannya sebagai penyelenggara negara dan pegawai negeri.
8 Desember 2010
Nunun mangkir untuk ketujuh kalinya dari panggilan KPK
4 Februari 2011
KPK menahan 24 tersangka kasus cek pelawat. Sehingga jumlah tersangka sebanyak 26 orang
7 Februari 2011
Mantan Menteri Perindustrian yang juga politikus Partai Golkar Fahmi Idris mendatangi KPK. Dia mengabarkan Nunun berada di Bangkok, Thailand.
23 Mei 2011
Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR menyatakan Nunun sudah ditetapkan sebagai tersangka.
kasus korupsi miranda goeltom
8 Juni 2004
Arie membagikan cek yang telah disiapkan dalam kantong kertas berwarna merah, kuning, hijau dan putih. Pembagian tersebut dimulai kepada Fraksi PDI Perjuangan yang diwakili oleh Dudhie Makmun Murod di Restoran Bebek Bali. Lalu Arie menuju ke Hotel Atlet Century, Senayan, usai menemui Dudhie, disana ia menyerahkan cek dalam kantong hijau senilai Rp1,25 miliar untuk Fraksi PPP melalui Endin Soefihara. Setelah itu Arie langsung kembali ke kantornya di Jalan Riau, Menteng, Jakarta Pusat, untuk meneruskan pembagian cek pelawat. Selepas maghrib, Hamka datang mengambil bungkusan berwarna kuning senilai Rp7,8 miliar di kantornya lalu dilanjutkan dengan kedatangan Udju Djuhaeri bersama 3 orang temannya dari Fraksi TNI/Polri, yaitu Sulistiyadi, Suyitno dan Darsup Yusuf pada pukul 18.30 WIB. Arie pun menyerahkan cek senilai Rp2 miliar kepada Fraksi TNI/Polri.