Introducing
Your new presentation assistant.
Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.
Trending searches
1. Perdebatan mengenai HAM Soekarno-Soepomo dan Hatta-Yamin dalam UUD 1945
2. Dewan Konstituante
3. HAM pada Amandemen Ke-2 UUD 1945
Menurut pandangan Soekarno, jaminan perlindungan hak warga negara itu yang berasal dari revolusi Prancis, merupakan basis dari faham liberalisme dan individualisme yang telah menyebabkan lahirnya imperialisme dan peperangan antara manusia dengan manusia. Soekarno menginginkan negara yang mau didirikan itu didasarkan pada asas kekeluargaan atau gotong-royong, dan karena itu tidak perlu dijamin hak warga negara di dalamnya.
Sedangkan Supomo menolak dicantumkannya hak warga negara dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar dengan alasan yang berbeda. Penolakan Supomo didasarkan pada pandangannya mengenai ide negara integralistik (staatsidee integralistik), yang menurutnya cocok dengan sifat dan corak masyarakat Indonesia.
Menurut faham tersebut negara harus bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun. Dalam negara yang demikian itu, tidak ada pertentangan antara susunan hukum staat dan susunan hukum individu, karena individu tidak lain ialah suatu bagian organik dari Staat.356 Makanya hak individu menjadi tidak relevan dalam paham negara integralistik, yang justru relevan adalah kewajiban asasi kepada negara. Paham inilah yang mendasari argumen Supomo.
Dari kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara Soekarno dan Soepomo, meski keduanya sama – sama menolak memasukkan hak asasi manusia dalam UUD 1945. Soekarno mengedepankan asas kekeluargaan dan gotong royong, dimana untuk itu dirasa tidak lagi perlu hak setiap warga negara dijamin dalam konstitusi. Sementara Soepomo mengedepankan paham negara integralistik, dimana individu merupakan bagian organik dari negara, dan negara harus bersatu secara menyeluruh dengan rakyatnya, sehingga hak individu tidak lagi diperlukan.
Bung hatta dalam hal ini agak bersebrangan dengan soekarno, sebetulnya juga tidak setuju dengan faham individualisme. Namun, hanya saja kalau hak dasar rakyat tidak diatur dalam UUD, terutama hak mengeluarkan suara, maka bisa saja negara yang nanti didirikan tidak sesuai dengan yang dicitak-citakan. Bung Hatta khawatir jika kekuasaan negara terlalu kuat, maka yang terjadi adalah “KADAVER DICIPLINE” atau warga negara yang sekedar mengikuti kemauan pemimpin saja.
Karena itu, di mata Hatta, supaya negara tidak menjadi negara kekuasaan, maka UUD harus memberikan jaminan terhadap hak-hak rakyat, terutama hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapatnya.
M. YAMIN
Begitu juga dengan Yamin. Sarjana hukum lulusan Belanda itu menolak dengan keras argumen-argumen yang membela tidak dicantumkannya hak warga negara dalam Undang-Undang Dasar. “Supaya aturan kemerdekaan warga negara dimasukkan dalam Undang-Undang Dasar seluas-luasnya. Saya menolak segala alasan-alasan yang dimajukan untuk tidak memasukkannya. Aturan dasar tidaklah berhubungan dengan liberalisme, melainkan semata-mata satu kesemestian perlindungan kemerdekaan, yang harus diakui dalam Undang-undang Dasar,” Yamin mengucapkan pidatonya pada sidang BPUPKI.
Pendapat kedua pendiri bangsa ini didukung oleh anggota BPUPKI lainnya, Liem Koen Hian, yang mengusulkan perlunya dimasukkan hak kemerdekaan buat drukpers, onschendbaarheid van woorden (pers cetak, kebebasan mengeluarkan pikiran dengan lisan). Mereka sangat menyadari bahaya otoritarianisme, sebagaimana yang mereka lihat terjadi di Jerman menjelang Perang Dunia II, apabila dalam negara yang mau didirikan itu tidak diberikan jaminan terhadap hak warga negara.
Pada akhirnya HAM dimuat dalam UUD 1945. ketentuan – ketentuannya telah mencerminkan secara sederhana hak asasi klasik (pasal 28 dan 29), dan hak asasi sosial ekonomi (subsistence sights) seperti dimuat dalam pasal 33 dan pasal 34. juga, struktur hak asasi manusia dalam UUD 1945 memuat pula kewajiban seperti diatur dalam pasal 29 ayat (2) dan pasal 30. tetapi muatan hak asasi manusia dalam UUD 1945 ketika itu sangatlah terbatas[3], dan hak asasi manusia disebut sebagai hak warga negara.
dewan konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk Undang-Undang Dasar atau konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950. Pembentukan UUD baru ini diamanatkan dalam Pasal 134 UUDS 1950.
Konstituante tak segagal itu. Selain soal dasar negara, Konstituante juga membahas satu pokok lain yang tidak kalah penting, yaitu hak asasi manusia (HAM). Tidak seperti perdebatan dasar negara yang buntu, pembahasan tentang HAM berjalan mulus dan menghasilkan beberapa konsensus penting.
Konstituante memutuskan pasal-pasal tentang HAM akan menjadi salah satu materi UUD. Mayoritas anggota Konstituante sepakat pengakuan atas HAM sama pentingnya dengan dasar negara. Sidang pleno sepakat HAM harus masuk dalam UUD.
Hasil itu ditindaklanjuti Subkomisi HAM yang dibentuk Panitia Persiapan Konstitusi. Subkomisi ini bertugas merumuskan materi-materi penting tentang HAM yang akan dibahas dalam masa sidang 1958.
ada 66 usulan dan rumusan hak-hak asasi yang sedianya akan dibahas. Subkomisi HAM mengambil referensinya dari banyak sumber legal, di antaranya: Universal Declaration of Human Rights 1948, UUD 1945, 1949, dan 1950, Union Statue yang disetujui dalam Konferensi Meja Bundar 1949, serta Indische Staatsregering 1925.
Ketua Konstituante Wilopo dalam sidang pleno Konstituante 4 November 1957 sempat mengkhawatirkan bahwa pembahasan soal HAM ini akan sama alotnya dengan pembahasan dasar negara. Tetapi, setelah mendengar laporan dari subkomisi HAM, Wilopo merasa optimis. Tidak seperti pembahasan dasar negara yang gaduh, pembahasan soal HAM berjalan lebih mulus dan banyak kesepakatan tercapai.
Ada dua segi penting yang disorotinya. Pertama, materi HAM lebih konkret daripada dasar negara yang abstrak. Konstituante membahas soal perlindungan nilai-nilai kemanusiaan yang mudah dilanggar dan perlindungan terhadap kaum lemah dan terpinggirkan. Kedua, lebih mudah tercapai konsensus dalam soal HAM daripada soal dasar negara yang didominasi antagonisme ideologis. Salah satu konsensus yang disepakati adalah HAM dianggap sebagai “batu ujian” terhadap kebijakan pemerintah yang tidak demokratis dan praktik pemerintahan yang melanggar hukum.
ISLAM VS SEKULER
Mula-mula terdapat perbedaan pendapat mengenai HAM antara mereka yang melihat dari sudut agama dan mereka yang berpandangan sekuler. Yang pertama menganggap ajaran agama atau Tuhan sebagai landasan HAM, sementara di kalangan yang berpandangan sekuler terlihat adanya dua pandangan yang berbeda: yang melihat HAM berasal dari hakikat manusia sebagai pribadi, dan HAM berakar dalam perkembangan masyarakat.
Partai-partai Islam umumnya bersepakat soal kebebasan beragama, tetapi berbeda pendapat dengan kelompok sekuler soal konsekuensinya. Oemar Salim Hubeis dari Masyumi, misalnya, mengemukakan bahwa Islam menjamin kebebasan beragama. Tetapi, menurutnya, dengan bersandar pada Alquran, Islam tidak dapat menerima seorang muslim yang berpindah agama “seperti mengganti baju”.
Setali tiga uang dengan rekan separtainya, Sajid Husein Abubakar juga melontarkan keberatan jika pasal tentang hak berpindah agama dicantumkan dalam UUD. Ia berpendapat bahwa hal itu layaknya sebuah seruan. Alasannya, seseorang tidak boleh sengaja dirangsang untuk meninggalkan agamanya dengan memberi legitimasi di dalam UUD.
Dalam prosesnya, Panitia Persiapan Konstitusi lalu merumuskan sejumlah peraturan konstitusional sebagai tambahan bagi 19 hak asasi yang telah disetujui sidang pleno. Proses perumusan itu menghasilkan 22 pasal UUD tentang HAM. Putusan akhir tersebut mendapat dukungan aklamasi dalam sidang pleno sehingga sah sebagai keputusan Konstituante pada Desember 1958.
Dalam proses hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD1945, banyak yang melontarkan ide untuk melakukan amandementerhadap UUD 1945. Amandemen tidak dimaksudkan untuk menggantiUUD 1945, tetapi amandemen merupakan suatu prosedur penyempurnaanterhadap UUD 1945, amandemen lebih merupakan perlengkapan danrincian yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD 1945.de tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada kenyataansejarah selama orde lama dan orde baru, bahwa penerapan pasal terhadap pasal!pasal UUD memiliki si"at #multi interpretable$ atau dengan kata lain berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya sentralisasi kekuasaankepada persiden.
salah satu hasil paling konkrit yang dicapai oleh reformasi dibidang hukum adalah desakralisasi UUD 1945.
Akibatnya selama kurang lebih tiga tahun, UUD 1945 telah mengalami dua kali perubahan yakni pada tahun 1999 dan tahun 2000. perubahan pertama lebih dititikberatkan pada lembaga kepresidenan, sedangkan Perubahan Kedua antara lain mencakup materi HAM, Pemerintahan Daerah, dan lain-lain.
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dengan memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
bahwa seluruh hak asasi manusia yang tercantum dalam Bab XA UUD 1945 keberlakuannya dapat dibatasi. Original intent pembentuk UUD 1945 yang menyatakan bahwa hak asasi manusia dapat dibatasi juga diperkuat oleh penempatan Pasal 28J sebagai pasal penutup dari seluruh ketentuan yang mengatur tentang hak asasi manusia dalam Bab XA UUD 1945 tersebut. Mengutip pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 2-3/PUU-V/2007, maka secara penafsiran sistematis (sistematische interpretatie), hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28A sampai dengan Pasal 28I UUD 1945 tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.dit
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
TERIMA KASIH