Introducing 

Prezi AI.

Your new presentation assistant.

Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.

Loading…
Transcript

Sejarah Kekristenan/Gereja di Maluku, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah

Angela Merici Wungow

Nabila Ericha Pinontoan

Nyanyian Jemaat GPM no. 212

Awal Perkembangan Gereja

di Maluku

Awal Perkembangan di Maluku

Kedatangan Belanda di Indonesia, melalui terbentuknya VOC (serikat dagang Belanda) pada awal abad ke-17, merupakan permulaan Kristen Protestan di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, urusan dagang lebih menonjol dibandingkan urusan gereja sehingga gereja kurang diperhatikan. Ditambah lagi dengan beberapa kali pergantian kekuasaan antara Inggris dan Belanda yang menjadikan kondisi di Maluku tidak kondusif. Kurangnya perhatian yang diberikan oleh VOC berpengaruh terhadap perkembang-an pengabaran Injil di Maluku. Maka dari itu dibentuklah suatu Lembaga pengabaran Injil Belanda yang dibentuk di Belanda pada 1797 adalah Nederlands Zendeling Genootschap (NZG).

Jabez Carey

Pada tahun 1813 Lembaga Misi Baptis Inggris menaruh perhatian terhadap keada-an gereja di Maluku dengan mengirimkan misionaris dari India, yaitu Jabez Carey, anak dari William Carey yang merupakan misionaris asal Gereja Baptis (Van den End 1980, 162). Carey berangkat dengan bekal pengetahuannya, ayah dari Carey menginginkan ia memasukkan pemahaman pengajaran aliran/gereja Baptis dalam melakukan penginjilan

Joseph Kam

Joseph Kam

Kam adalah seorang Pietis asal Belanda yang diutus oleh NZG ke Indonesia untuk bekerja pada gereja-gereja milik Belanda. Pada 1815 ia tiba di Ambon dan memulai pelayanannya kurang lebih 28 tahun di Indonesia, khususnya di Maluku. Kam tidak seperti Carey, karena Kam tidak mencoba untuk membawa masuk pemahaman Pietis yang menjadi latar belakang dalam pelayanannya.

B. N. J. Roskott

Roskott sering dikatakan sebagai pengganti Kam. Roskott adalah seorang guru yang awalnya diminta oleh Kam ntuk memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Maluku, khu-susnya di Ambon dan Maluku Tengah. Roskott dan Kam bekerja sama untuk meningkatkan SDM di Maluku, khususnya melalui pendidikan. Banyak buku yang mereka sediakan bagi masyarakat di Maluku, termasuk Alkitab dalam bahasa Melayu (terjemahan Leijdecker) dengan harga-harga yang terjangkau.

Perkembangan Gereja/Kekristenan di Maluku

Sejak pelayanan Joseph Kam dengan bantuan Roskott, kekristenan di Maluku juga mengalami perluasan. Meskipun sedikit mengalami kemunduran dari apa yang dikerjakan Kam dan Roskott, nyatanya kekristenan tetap berkembang dan pendidikan di sana pun boleh dikatakan memadai. Salah satu gagasan Kam dalam perubahan Maluku yang berhasil beberapa dasawarsa kemudian ialah Gereja mampu mandiri, tidak lagi terikat pada GPI, namun tetap menjalin hubungan dengan GPI. Sehingga pada 6 September 1935, oleh GPI, GPM resmi dinyatakan menjadi gereja mandiri

Perkembangan Gereja/Kekristenan di Maluku

GMIH

Gereja di Maluku Utara

Ketika Jepang berhasil menduduki Hindia-Belanda (Indonesia), Halmahera merasakan dampak dari peristiwa tersebut dan membuat beberapa zendeling harus ditawan. Keadaan di Halmahera semakin porak-poranda akibat pengeboman yang dilakukan oleh tentara sekutu. Ds. Kriekhoff (seorang pendeta orang Ambon) merasa iba terhadap kondisi di Halmahera, segera melakukan perjalanan Halmahera. Tujuan dari kedatangannya melahirkan konsep Gereja Protestan Halmahera. Akan tetapi ide tersebut belum diterima dan masyarakat yang masih berada di bawah panji (VNZ) Verenigde Nederlandshe Zendingscoorporaties (Magany 1984, 303-8). Setelah melewati beberapa perundingan maka pada tanggal 06 Juni 1949 berdirilah suatu gereja mandiri di Halmahera, yaitu Gereja Masehi Injili di Halmahera disingkat GMIH. Dengan peresmian ini maka segala sesuatu yang di bawah panji VNZ telah dipindah tangankan kepada GMIH

Awal Kekristenan

di Minahasa

Awal Kekristenan di Minahasa

Penginjil pertama yang datang ke tanah Minahasa ialah Pater Magelhaes dari Portugis, beliau mendampingi pasukan Portugis. Kedatangannya di sambut baik oleh masyarakat, karena masyarakat setempat gemar dengan agama dari Portugis. Ajarannya kurang lebih dua minggu, ada 1500 Warga yang bersedia untuk dipermandikan (dibaptis); bukan hanya masyarakat saja, melainkan juga raja menyerahkan diri untuk dipermandi-kan. Sehingga Terbentuklah jemaat-jemaat Zending di Minahasa, yang dipimpin oleh penginjil utusan dari NZG, diantaranya jemaat Gereja Protestan di Hindia Belanda (Indische Kerk) di Manado. Pada tahun 1875-1882 (buku Tata Gereja Gereja Protestan Indonesia mencatat kira-kira 50 puluh tahun sesudah kedatangan Ridel dan Schwarz), lembaga pekabaran Injil Belanda menyerahkan seluruh jemaat zending kepada Gereja Protestan; sehingga para penginjil diangkat menjadi pendeta pembantu; menjadi pendeta jemaat Manado dan menjadi ketua Konferensi pendeta-pendeta pembantu di Minahasa

Perkembangan gereja-gereja di Sulawesi Utara

Perkembangan Gereja-gereja di Sulawesi Utara

KGPM

Pada tahun 1933 para tokoh pejuang, di antaranya Dr. Sam Ratulangi, A.A Maramis, B.W. Lapian, dan didukung juga para tokoh-tokoh lainnya, memproklamirkan gereja Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) sebagai gereja Nasional, Gereja merdeka, Gereja penuh dengan perjuangan yang melepaskan diri dari Indische Kerk yang tidak ada lagi campur tangan dari pemerintah di Minahasa. Pada 25 Maret 1933 resmi menjadi gereja dengan nama KGPM. KGPM resmi melepaskan diri dari Indische Kerk pada 29 Oktober 1933.

GMIM

Hendrik Kraemer pada tahun 1927 diminta untuk melakukan perkunjungan untuk kedua kalinya di Minahasa dan mengusulkan pembentukan sebuah komite campuran yang didalamnya harus ada enam orang Eropa dan enam orang Minahasa. Diketuai oleh Dr. E. de Vreede. Tujuan orang Eropa yang tergabung dalam komisi ini adalah menjadikan gereja di wilayah Minahasa menjadi bagian Indische Kerk. Di sisi lain Minahasa ingin mendapatkan kemerdekaan penuh sehingga bisa menekankan identitas sebagai gereja etnik(De Jonge et al.2008 435). Sampailah pada titik di mana terbentuk sebuah gereja berdiri mandiri pada 30 Oktober 1934yang bernama Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM).

GMIST

GMIST

Pada tahun 1850 tiada lagi pergerakan Kristen di daerah Talaud. Berbeda juga dengan orang Kristen yang ada di Sangihe. Masih terdapat orang Kristen dan lengkap dengan gedumg gereja. Walaupun begitu keagaman Kristen tidak meresap bagi masyarakat sekitar dan hanya menjadi sebuah tradisi. Hal tersebut karena kurangnya pendidikan, kehidupan gereja pada saat itu bisa dikatakan sebagai gereja yang terlantar (Van den End 1999, 144). Zending yang diutus ke arah Sangihe adalah Carl W.L.M. Schroder, E.T. Steller, F.Kelling, A. Grohe. F. Kelling dan A. Grohe, mereka datang dari Manado bersama dengan raja Siau.

GMIBM

Pada tahun 1904, Raja Cornelis Manopo seorang Muslim yang memiliki peran yang besar bagi masyarakat Bolaang Mongondow pada saat itu, dan meminta badan Zending untuk mendirikan sekolah-sekolah di tempatnya. Langkah ini merupakan awal dari kekris-tenan mendapatkan tempat berpijak di Bolaang Mongondow, dan pada saa itu, diutuslah seorang guru yaitu J.Pandegirot sejak tahun 1906 dan ditahbiskan sebagai pendeta pribu-mi pada tahun 1930; sejak waktu itu ada sebagian orang Bolaang Mongondow menjadi Kristen. Pada tahun 1970 ada 20% dari jumlah penduduk BM menjadi anggota gereja meliputi 30.000 jiwa. Pada tahun 1977 anggota GMIBM berjumlah 85.000, dengan begitu barulah ada tahun 1938 mendapatkan perhatian dari badan zending dan dikirimkanah J.Langeveld, ia datang dan mengadakan sebuah rapat kordinasi untuk menetepkan organisasi dan peresmian gereja mandiri (secara formal) sesudah perang pada tahun 1950. Sama seperti gereja yang berada di Sulteng, Gereja Masehi Injili Bolaang Mongondow banyak menderita karena pergolakan PERMESTA.

GMIBM

Permulaan Karya Zending

di Sulawesi Tengah

Permulaan Karya Zending di Sulawesi Tengah

Pada tahun 1896 di utuslah pertama kali zendeling ke wilayah Sulawesi Tengah yaitu A. Kruyt. beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 1895 menyusullah seorang ahli dalam bahasa yaitu N. Adriani oleh Lembaga Alkitab Belanda. Kedua tokoh inilah yang menjadi pelopor bagi pengabaran Injil di Sulawesi Tengah. Usaha Kruyt untuk membangun sekolah dan juga menyebarkan Injil tidak mendapat dukungan dari masyarakat, dengan alasan mereka masih takut kepada raja Luwu. Metode yang dipakainya adalah membuka sekolah-sekolah dan mengajarkan bahasa daerah, Kruyt selalu membagikan hadiah kepada mereka setiap hari minggunya, mengadakan pertolongan medis

Perkembangan Kekristenan di Sulawesi Tengah

Perkembangan Kekristenan di Sulawesi Tengah

Perkembangan Kekristenan di Sulawesi Tengah

Sejarah mencatat bahwa pengabaran Injil di Poso menjadi yang teladan karena tindakan dari Kruyt yang memperjuangkan Kristen (Van Den End & Weitjens 1999, 158). Gereja Kristen Sulawesi Tengah didirikan pada 18 Oktober 1947, pada saat itu anggota jemaatnya mencapai 80.000 termasuk juga 30.000 orang dari Luwuk Banggai. Mendirikan gedung gereja mendapatkan hambatan karena administrasi dan juga keuangan. Paling mendasar permasalahannya yaitu pembentukan Misi Gereja. Permasalahan yang mendasar yaitu pengabaran Injil di Poso masih dikuasai oleh GMIM, wilayah Luwuk Banggai masih dikuasai oleh GMIM setelah perang terjadi, sehingga susah untuk bergerak menjadi gereja yang mandiri, namun pada akhirnya GMIM menye-rahkan seutuhnya kepada GKST untuk mengelola sendiri pengabaran Injil di Poso.

MALUKU

Pengabaran Injil di Asia pertama kali merupakan hasil misionaris-misionaris Katolik. Franciscus Xaverius (Lahir: 1506) adalah seorang pengabar Injil asal Spanyol yang tiba di Maluku pada 14 Februari 1546, ia mendapati bahwa agama Kristen telah diterima oleh beberapa desa, hal itu disebabkan oleh pengabaran Injil di Maluku telah dilakukan sebelumnya sekitar tahun 1534 dan 1537, dalam buku Harta dalam Bejana dijelaskan bah-wa yang tiba dahulu di Maluku untuk menyebarkan Injil adalah para rahib.

Sejarah Perkembangan Gereja Katolik di Maluku, Sulut & Sulteng

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Kegigihan dari para misionaris merupakan sebuah perjuangan yang patut ditela-dani, karena mereka melaksanakan tugasnya dalam melakukan penyebaran berbagai tempat di tengah-tengah masyarakat yang bahkan belum bisa membaca, menulis, dan memiliki keadaan ekonomi yang rendah adalah proses yang tidak mudah dalam menjalan-kan tugas yang mereka emban. Menurut kami, hal ini patut menjadi teladan, dikarenakan banyak dari para penginjil atau pendeta pada saat ini yang berkeberatan untuk melaksa-nakan tugasnya di wilayah yang terbelakang dan memiliki banyak persoalan. Pendekatan yang digunakan oleh para penginjil juga menjadi referensi kami dalam pelaksanaan tugas kami di gereja atau di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, ketika penginjil dapat beradap-tasi dengan bahasa daerah maupun kepercayaan pada suatu daerah.

REFLEKSI

TERIMA KASIH

Maluku

Perjumpaan dengan

Islam

Perjumpaan Islam dan Kristen di Maluku sebenarnya telah terjadi sejak masuknya Portugis dan kerja samanya dengan Kerajaan Ternate, Maluku Utara. Konflik-konflik kemudian yang mengatasnamakan agama membawa hambatan sendiri bagi gereja, sebab gereja hadir di tengah dunia. Tanda-tanda konflik antara Islam dan Kristen sebenarnya telah ada sejak November 1998, di mana terjadi pertikaian antara penduduk Kristen dan Muslim di seberang kota Ambon. Pada 12 Februari 2002, di Malino, telah dilakukan perjanjian antara damai untuk Ambon, namun beberapa saat setelahnya, kerusuhan kembali terjadi. Kerusuhan-kerusuhan yang didukung oleh isu pembentukan Republik Maluku Selatan (RMS; dibentuk sejak 1950) mengakibatkan tuduh-menuduh pun tak terhindarkan dan berujung pada kerusuhan Sampai sekarang kerusuhan mengatasnamakan agama yang terjadi di Ambon belum sepenuhnya dituntaskan, akan tetapi ada suatu event yang selalu dilaksanakan, yaitu panas pela.

Minahasa

Learn more about creating dynamic, engaging presentations with Prezi