Introducing
Your new presentation assistant.
Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.
Trending searches
Abdurrahman Sulthan Ahmad
G4A021115
Kejadian henti jantung (sudden cardiac arrest) dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Henti jantung mendadak adalah kasus dengan prioritas gawat
darurat.
Kondisi gawat darurat merupakan keadaan yang mengancam nyawa, dan bila tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian (Hammond, 2013).
Pasien dengan henti jantung ini harus segera mendapat pertolongan dengan diberikan tindakan CPR (cardiopulmonary resuscitation) dan AED (automated external defibrillator), baik oleh petugas kesehatan maupun orang awam (American Heart Association, 2015).
Cardiac arrest atau yang biasa dikenal henti jantung merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kegagalan organ jantung untuk mencapai curah jantung yang adekuat, yang disebabkan oleh terjadinya asistole (tidak adanya detak jantung) maupun disritmia.
Cardiac Arrest
(Park et al, 2020).
Dalam (Andrianto, 2020) menjabarkan henti jantung disebabkan karena adanya gangguan pada kelistrikan jantung yang menyebabkan keadaan-keadaan mengancam jiwa misalnya seperti aritmia maligna atau adanya masalah pada irama jantung.
hipoksia, hipovelemia, hiportemia, tension pneumothorax, tamponade cardiac, dan hydrogen ion (asidosis)
secara umum henti jantung disebabkan oleh malfungsi sistem kelistrikan jantung yang dimanifestasikan melalui 4 irama jantung yang tidak normal, diantaranya adalah
1. fibrilasi ventrikular (VF),
2. takikardi ventrikel (VT),
3. pulseless electrical activity (PEA), dan
4. asistole.
Pada saat henti jantung peredaran darah akan berhenti > aliran oksigen untuk semua organ tubuh terhenti > Organ berhenti berfungsi karena tidak ada suplai O2 > Hipoksia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas secara normal.
alur penanganan pasien henti jantung yang disebut chain of survival atau “Rantai Bertahan Hidup”, dimana tiap rantai ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan (AHA, 2020)
1. IHCA
2.OHCA
Terapi fibrilasi merupakan usaha untuk segera mengakhiri disaritmia takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menjadi irama sinus normal dengan menggunakan syok balik listrik.
Lokasi pedal defibrillator diletakkan dengan posisi anterior-lateral dengan satu pedal diletakkan di ICS keenam pada midaxillary line kiri, sedangkan pedal lainnya diletakkan di ICS kedua parasternal kanan.
AED atau defibrillator eksternal otomatis adalah suatu perangkat ringan, portabel yang memberikan kejutan listrik melalui dinding dada ke jantung.
Pemberian Shock dapat menghentikan ritme tidak biasa (VT dan VF) dan memungkinkan irama normal mengambil alih kembali pada kejadian henti jantung.
Sucipto Dwi Tanta,
Rr. Tutik Sri Hariyati
Vol. 15 No. 1 Januari 2020, hal 1-7
Efektivitas
penggunaan perangkat mekanik mungkin meningkatkan hasil kelangsungan hidup pasien dengan IHCA (Rubertson,2014).
Sebuah meta-analisis penggunaan perangkat mekanik untuk pasien dengan OHCA menyarankan bahwa penggunaan perangkat mekanik tidak lebih unggul dari kompresi dada manual sehubungan dengan hasil pasien (Ong,2010).
>
Menurut (Gates, 2015) pada saat OHCA, penggunaan alat mekanik memperburuk hasil neurologis.
memiliki dampak negatif pada kualitas CPR secara keseluruhan
Kompresi dada manual berkualitas tinggi mungkin tidak memiliki perbandingan yang signifikan dengan mekanik CPR (Rubertson, 2014).
penggunaan alat pada kasus henti jantung perlu dilihat dari beberapa faktor antara lain dari faktor waktu, faktor keamanan, faktor situasi serta faktor ekonomi (Remino et al., 2018).
Penggunaan alat RJP secara hati-hati dapat membantu mengoptimalkan proses dalam melakukan resusitasi, (Esibov et al., 2015).