Introducing
Your new presentation assistant.
Refine, enhance, and tailor your content, source relevant images, and edit visuals quicker than ever before.
Trending searches
Mengubah distribusi pendapatan fungsional adalah suatu pendekatan yang didasarkan pada teori ekonomi tradisional. Pendekatan ini mengemukakan bahwa karena adanya kendala lembaga dan kebijakan pemerintah yang keliru maka harga relatif tenaga kerja di sektor formal, modern, dan perkotaan menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya terjadi yaitu jika ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan kekuatan penawaran dan permintaan.
Misalnya, kekuatan serikat pekerja untuk meningkatkan upah minimum pada tingkat yang sengaja dibuat/secara artifisial tinggi (lebih besar dari tingkat upah yang mungkin dihasilkan dengan mempertimbangkan faktor penawaran dan permintaan) yang diajukan ketika tingkat pengangguran tinggi sering dinyatakan sebagai contoh harga tenaga kerja "yang terdistorsi"
Bidang-bidang intervensi
Negara-negara berkembang yang berkeinginan untuk mengentaskan kemiskinan serta menanggulangi ketimpangan distribusi pendapatan haruslah mengetahui segenap pilihan cara yang tersedia, dan memilih yang terbaik diantaranya, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Dapat diidentifikasi empat bidang luas yang terbuka bagi intervensi kebijakan pemerintah yang memungkinkan, yang masing-masingnya berkaitan erat dengan keempat elemen pokok yang merupakan faktor penentu utama atas baik tidaknya kondisi-kondisi distribusi pendapatan di negara-negara berkembang. Adapun keempat elemen tersebut adalah:
1. Mengubah distribusi fungsional—tingkat hasil yang diterima dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, tanah, dan modal yang sangat dipengaruhi oleh harga dari masing-masing faktor produksitersebut, tingkat pendayagunaannya, dan bagian atau persentase dan pendapatan nasional yang diperoleh oleh para pemilik masing-masing faktor produksi.
2. Memeratakan distribusi ukuran—distribusi pendapatan fungsional dari suatu perekonomian yang dinyatakan sebagai distribusi ukuran, yang disandarkan pada kepemilikan dan penguasaan atas aset produktif serta keterampilan sumber daya manusia yang terpusat dan tersebar ke segenap lapisan masyarakat. Distribusi kepemilikan aset dan keterampilan tersebut pada akhirnya akan menentukan merata atau tidaknya distribusi pendapatan secara perorangan.
3. Meratakan (mengurangi) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan tinggi melalui pemberlakuan pajak progresif terhadap pendapatan dan kekayaan pribadi mereka.
4. Meratakan (meningkatkan) distribusi ukuran golongan penduduk berpenghasilan rendah, melalui pengeluaran publik yang dananya bersumber dari pajak untuk meningkatkan pendapatan kaum miskin secara langsung maupun tidak langsung
Kalau kita merenungkan kembali krisis ekonomi yang kita alami 10 tahun lalu, tampaknya kita mempunyai cukup alasan untuk mengatakan bahwa krisis tersebut telah menimbulkan dampak sosial-ekonomi-politik yang luar biasa bagi Indonesia. Kendati kinerja ekonomi pascakrisis cenderung membaik, indikator ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bukti adanya eksklusi sosial-ekonomi bagi kebanyakan manusia Indonesia. Eksklusi tersebut timbul karena redistribusi pendapatan dan tentunya juga redistribusi kekuatan ekonomi-politik yang berlangsung secara tiba-tiba dalam perekonomian kita, ketika krisis itu menghantam (Abdullah, 2007; Kuncoro, 2012). Eksklusi bagi mereka yang sudah miskin dan mereka yang menjadi miskin karena krisis, tidaklah teatrikal, tapi amat kasat mata dan nyata. Hasil akhir dari redistribusi tersebut masih terasa sangat menyesakkan bagi mereka yang berada di bagian bawah dari piramida sosial-ekonomi.
Kemiskinan di Pedesaan
Biasanya penduduk miskin bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional, mereka kebanyakan wanita dan anka-anak daripada laki-laki dewasa, dan mereka sering terkonsentrasi diantara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.
Kaum Wanita dan Kemiskinan
Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Yang paling menderita dalam kemiskinan serta kekurangan adalah kaum wanita dan anak-anak, mereka juga kekurangan gizi, dan mereka pula yang paling sedikit memerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Banyaknya wanita yang menjadi kepala rumah tangga, randahnya kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, berbagai tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi mereka, sehingga posisi mereka secara finansial kurang stabil apabila dibandingkan dengan pria.
Penyebab utama ketimpangan distribusi penghasilan pribadi di hampir semua negara berkembang adalah pola kepemilikan aset/asset ownership (kekayaan) yang tidak merata dan sangat tidak terkonsentrasi. Oleh sebab itu, arah kebijakan kedua dan yang barangkali paling penting untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan adalah dengan fokus langsung pada upaya mengurangi kendali aset yang terkonsentrasi, distribusi kekuasaan yang tidak merata, serta mengurangi akses yang timpang dalam mendapatkan kesempatan pendidikan dan peluang perolehan pendapataan--yang merupakan ciri umum di banyak negara berkembang.
Ukuran ini secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Cara mendapatkan penghasilan itu tidak dipermasalahkan. Oleh karena itu para ekonom cenderung mengurutkan semua individu berdasarkan pendapatan yang diterimanya, lantas membagi total populasi kedalam beberapa kelompok atau ukuran. Biasanya populasi dibagi menjadi 5 kelompok atau kuantil dan 10 kelompok atau desil.
Wacana tentang ketimpangan dan kemiskinan sering dicampuradukkan meskipun kedua istilah ini bukan sesuatu yang sama. Kemiskinan umumnya menunjukkan tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan tertentu. Penduduk disebut miskin bila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan (inequality) mendeskripsikan mengenai jurang antara mereka yang kaya (baca: pendapatan tinggi) dan miskin (baca: pendapatan rendah) (Taylor, 2012). Bisa jadi kemiskinan turun namun tingkat ketimpangan dalam suatu masyarakat meningkat. Ini terjadi ketika suatu perekonomian membaik sehingga mampu membantu si miskin sedikit lebih kaya namun membuat si kaya semakin kaya. Sebaliknya ketika perekonomian baru menurun, ketika pasar modal turun drastis, bisa saja si miskin membaik tingkat pendapatannya, namun banyak pemodal kaya yang mengalami kerugian dari transaksi di pasar modal, sehingga ketimpangan malah membaik.
Pajak penghasilan progresif (progressive income tax) berfokus pada penghasilan pribadi dan perusahaan, yang berarti bahwa orang-orang kaya harus membayar pajak penghasilan total mereka dengan persentase yang lebih besar secara progresif dibandingkan orang-orang miskin. Pajak atas kekayaan (persediaan aset dan pendapatan yang terakumulasi) umunya akan mencakup pajak properti pribadi dan perusahaan, tetapi dapat juga mencakup pajak warisan progresif. Dalam kasus manapun, beban pajak paling besar dirancang untuk dibebankankepada kelompok orang yang berpendapatan tinggi.
Ketimpangan pendapatan yang ekstrem juga akan merusak stabilitas dan solidaritas sosial. Selain itu, akan memperkuat kekuasaan politik orang-orang kaya, yang berarti juga menguatnya daya tawar ekonomi mereka. ketimpangan yang tinggi memudahkan terjadinya perburuan rente, meliputi tindakan-tindakan seperti lobi berlebihan, sumbangan dalam jumlah besar untuk kegiatan politik, penyuapan dan kroniisme. Dan yang lebih buruk lagi, ketimpangan yang tinggi akan mengakibatkan lembaga-lembaga yang buruk menjadi sangan sulit diperbaiki. Serta ketimpangan yang tinggi akan mendorong orang-orang miskin untuk mendukung kebijakan populis yang sebenernya merugikan diri mereka sendiri.
Ketimpangan pendapatan ekstrem menimbulkan inefisiensi perekonomian, disebabkan karena pada tingkat pendapatan rata-rata mana pun, semakin tinggi ketimpangan, semakin sedikit pula jumlah penduduk yang memenuhi syarat untuk mendapat pinjaman atau bentuk kredit lainnya.Lebih lanjut, ketimpangan ekstrem dapat menimbulkan terjadinya inefisiensi alokasi aset, ketimpangan yang tinggi mengakibatkan penekanan yang berlebihan pada pendidikan tinggi yang mengorbankan kualitas pendidikan dasar universal, yang pada gilirannya semakin memperbesar ketimpangan pendapatan.
Akibat dari semua faktor ini dapat menyebabkan rendahnya pendapatan rata-rata dan rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi ketika ketimpangan tinggi.
Indeks gini seringkali ditampilkan bersamaan dengan kurva Lorenz, yang menggambarkan hubungan antara pangsa kumulatif pendapatan dan penduduk. G adalah indeks gini yang diturunkan dari kurva Lorenz dengan cara membagi daerah yang dibatasi oleh garis diagonal dan kurva Lorenz dengan total daerah pada segitiga yang lebih rendah
Ukuran ini berfokus pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (sumber daya atau input seperti lahan, tenaga kerja, dan modal yang diperlukan untuk memproduksi suatu barang atau jasa). Relevansi teori fungsional kurang tajam, karena tidak memperhitungkan peranan dan pengaruh kekuatan diluar pasar.
Nilai dari indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan bahwa seluruh pendapatan terbagi secara merata terhadap seluruh unit masyarakat (perfect equality), sedang nilai 1 berarti seluruh pendapatan hanya dimiliki oleh satu orang atau satu unit saja pada keseluruhan distribusi (perfect inequality). Ketimpangan yang rendah mempunyai nilai indeks gini sebesar 0,4 atau di bawahnya. Ketimpangan yang tinggi apabila mempunyai indeks gini di atas 0,4 dalam distribusinya.
Penyediaan langsung barang dan jasa konsumsi publik yang dibiayai melalui pajak bagi orang-orang yang sangat miskin merupakan salah satu instrumen lain yang penting dari kebijakan komprehensif yang dirancang untuk menanggulangi kemiskinan. Beberapa contohnya meliputi proyek kesehatan masyarakat di daerah pedesaan dan pinggiran kota, penyediaan makan siang bagi siswa sekolah dan program perbaikan nutrisi bagi anak-anak prasekolah, serta pengadaan air bersih dan listrik ke daerah terpencil. Program bantuan tunai langsung dan makanan bersubsidi bagi orang miskin perkotaan dan pedesaan, serta kebijakan langsung yang diterapkan pemerintah untuk menjaga agar harga kebuputuhan pokok sehari-hari tetap terjangkau, merupakan bentuk lain dari subsidi konsumsi publik.
Kebijakan lainnya yang layak dipertimbangkan adalah pelaksanaan program penanggulangan kemisikinan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan serta modal manusia dan modal sosial kaum miskin. Salah satu contoh pentingnya berpusat pada upaya membantu orang miskin untuk memulai usaha kecil (mikro) mereka sendiri, yang menjadi andalan sebagian besar kaum miskin yang tidak melakukan kegiatan bertani.
Selain itu, beberapa pendekatan baru untuk menanggulangi kemiskinan berfokus pada pendekatan terintegrasi untuk mencapai pendapatan yang lebih tinggi serta peningkatan pendidikan, kesehatan, dan asupan nutrisi kaum miskin yang memberikan bantuan langsung berupa uang tunai kepada keluarga-keluarga miskin dengan syarat tertentu, seperti tetap menyekolahkan anak.
Cakupan kemisikinan absolut yaitu mengacu pada jumlah orang yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Kemiskinan absolut adakalanya diukut berdasarkan jumlah, atau "hitungan per kepala" (headcount), H, dari orang-orang yang pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, Yp. Apabila hitungan per kepala ini dipandang sebagai bagian dari jumlah penduduk, N, maka kita dapat membuat indeks per kepala, H/N.
Garis kemiskinan ditentukan pada tingkat yang tetap atau konstan secara riil sehingga kita dapat memetakan kemajuan yang diperoleh pada tingkat absolut dari waktu ke waktu.